Sabtu, 20 Desember 2014

Hukum Komersial - Iklan yang Menyesatkan



BAB I
PENDAHULUAN



1.1          LATAR BELAKANG
Saat ini adalah era dimana globalisasi telah mempengaruhi  berbagai aspek pada masyarakat. Tentunya dalam hal ekonomi . Dalam hal ekonomi sendiri tak terlepas dari kata pemasaran . Kini pemasaran dapat dilakukan dengan berbagai macam media . Mulai dari surat kabar , radio , televisi , internet , dan yang lain . Produsen selalu melakukan hal yang menarik hati agar para konsumen tertarik dengan produk mereka . Namun diantaranya melakukannya dengan hal yang tidak seharusnya . Banyak diantara mereka yang membuat iklan yang menarik dengan tawaran-tawaran mereka . Banyak pula dari tawaran-tawaran tersebut yang sesuai isi , dan ada juga yang tidak , karena ternyata ada berbagai syarat dibaliknya . Hal ini semakin lama semakin menjadi . Hingga ada iklan yang disebut menyesatkan karena tidak sesuai tawaran pada iklan yang tertampil . Hal ini tentu menyalahi aturan dari hukum perlindungan konsumen .



1.2    RUMUSAN MASALAH
            Dari latar belakang diatas , penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut :
a)            Bagaimana pengertian dari iklan yang menyesatkan ?
b)            Bagaimanakah pengaruh dari iklan yang menyesatkan terhadap konsumen?
c)            Bagaimana ketentuan hukum terhadap iklan yang menyesatkan ?
d)            Bagaimana upaya perlindungan konsumen terhadap iklan yang menyesatkan ?





1.3 TUJUAN P ENELITIAN
a)            Mengetahui pengertian dari iklan yang menyesatkan
b)            Mengetahui pengaruh dari iklan yang menyesatkan terhadap konsumen
c)            Mengetahui hukum terhadap iklan yang menyesatkan
d)            Mengetahui upaya perlindungan konsumen terhadap iklan yang menyesatkan





























BAB II
PEMBAHASAN


2.1 PENGERTIAN DARI IKLAN YANG MENYESATKAN

            Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi dengan mengonsumsi produk yang dihasilkan oleh produsen . Konsumen dapat mengetahui produk yang dihasilkan oleh produsen seperti misal : makanan , minuman , obat-obatan , barang elektronik , melalui iklan pada berbagai media . Iklan dapat dimisalkan sebagai jembatan antara produsen dengan konsumen . Iklan dapat memberikan informasi mengenai produk yang dijual oleh produsen terhadap konsumen .
            Iklan dapat disimpulkan sebagai alat untuk mempengaruhi masyarakat dalam mengambil keputusan atau pesan yang berisi informasi mengenai suatu produk , jasa , gagasan tertentu yang disebarkan kepada masyarakat melalui pemanfaatan media cetak , elektronik , atau media luar ruangan .
            Pengaruh yang ditimbulkan oleh iklan tidak dapat dipisah dari fungsi iklanm sebagai sumber informasi , melalui pemberian informasi yang harus benar dan bertanggung jawab . Keharusan ini ditegaskan dalam asas-asas umum dalam Tata Krama dan Tata Cara Periklanan sebagai kode etik/etika di bidang periklanan bahwa “iklan harus jujur , bertanggung jawab , dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku”. Pada kenyataannya hal tersebut belum dipatuhi oleh pihak periklanan . Padahal kode etik tersebut disusun sendiri oleh kalangan periklanan Indonesia.
            Iklan yang menyesatkan dapat menimbulkan kesan akan keampuhan suatu barang  dengan cara mendemonstrasikannya secara berlebihan . Iklan jenis ini umumnya menggunakan media televisi , karena tayangan pada layar kaca akan tampak lebih mengesankan .







2.2 PENGARUH IKLAN YANG MENYESATKAN TERHADAP KONSUMEN

            Iklan menyesatkan membawa pengaruh buruk bagi konsumen. Banyak konsumen yang mengalami kerugian akibat tidak transparannya iklan yang ditayangkan di Televisi, Radio maupun media massa. Sebagian besar konsumen tidak menikmati apa yang dijanjikan dalam iklan dikarenakan pihak perusahaan melanggar penawaran sebagaimana yang mereka umumkan melalui iklan. Wanprestasi iklan mendapat berbagai penilaian negatif dari kalangan konsumen.
            Contohnya banyak iklan produk kesehatan menyesatkan dan tidak mendidik . Kondisi ini merugikan masyarakat selaku konsumen. Padahal, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan materi iklan harus jelas, benar, dan jujur. Pada iklan obat, pengiklan harus mencantumkan informasi apa penyebab timbulnya keluhan, dan tidak boleh menjadikan tenaga kesehatan sebagai model iklan. Bagi produsen, promosi niaga merupakan sarana yang bertujuan meningkatkan hasil penjualan, yang pada akhirnya meningkatkan keuntungan. Promosi lewat iklan merupakan salah satu bentuk kegiatan promosi niaga, di samping bentuk lain seperti penjualan dari pintu ke pintu, promosi lewat sales promotion dan publikasi. Kalau dikaitkan ketentuan yang merupakan asas umum tatakrama periklanan itu dengan promosi niaga, maka selayaknya promosi niaga lewat iklan tidak dibenarkan memuat janji kosong yang membohongi masyarakat. Isi iklan yang memuat pernyataan dan janji produk harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu iklan, tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan merugikan masyarakat (konsumen).
            Iklan menyesatkan juga marak di media online. Bertebaran Iklan-iklan yang tak memiliki etika selalu menggunakan bahasa-bahasa bombastis, berlebih-lebihan, dan tak sesuai akal sehat. Persoalan di Indonesia adalah tidak semua pengunjung internet sadar bahwa iklan online juga bisa menyesatkan. Esensinya tetap sama, yaitu adanya ketidakjujuran dalam metode mencapai kesuksesan itu karena kebanyakan dari mereka tidak menjual produk konvensional melalui internet, tapi hanya mencari korban iklan menyesatkan .
Dari hal-hal diatas tentu tidak hanya merugikan konsumen , namun juga dapat merugikan pemasar itu sendiri . Antara lain sebagai berikut
a)            Merusak reputasi si pemasar
Materi iklan yang berlebih-lebihan dan cenderung menyesatkan dapat merusak reputasi pribadi si pemasar . Ia akan cepat dianggap sebagai penipu karena penyampaian informasi yang tidak benar . Semakin banyak konsumen yang menganggap penipu , hal ini tentu saja akan menjatuhkan nama baik si pemasar .
b)            Menurunkan kepercayaan calon konsumen
Karena merasa tertipu dengan iklan , maka konsumen yang beranggapan negatif tadi akan menyebarluaskan pendapat negatifnya terhadap  calon konsumen lain . Hal ini akan semakin berkembang hingga banyak calon konsumen tidak percaya terhadap iklan tersebut.
c)            Memancing tuntutan hukum dari yang dirugikan
Di banyak negara , materi iklan yang berlebih-lebihan dan cenderung menipu bisa dikenai tuntutan hukuman . Konsumen yang merasa dirugikan dapat melakukan tuntutan hukum kepada si pembuat iklan .

2.3 KETENTUAN HUKUM TERHADAP IKLAN YANG MENYESATKAN
           
Pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak memberikan pengertian kaidah-kaidah khusus tentang periklanan. Sebab iklan sangat terkait dengan kegiatan yang baru berkembang dewasa ini, setelah globalisasi perdagangan antar negara terusung di Indonesia. Adapun beberapa pasal acuan yang dapat digunakan sebagai dasar hukum periklanan pada KUHPerdata adalah Pasal 1320, 1338 dan 1365. Serta 1367, 1372-1380, 1473, 1474, 1491, 1501, 1504, 1601, 1602 dan 1604 KUHPerdata. Pasal-pasal berkaitan dengan dasar tuntutan untuk minta pertanggungjawaban pelaku usaha periklanan atas tindakan menyesatkan yang dilakukan olehnya. Untuk itu, dibutuhkan penjamin tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia dengan perangkat-perangkat hukum positif, yakni:
a)            Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

b)            Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers
Pada UU ini, periklaan merupakan salah satu sumber pemasukan bagi kehidupan pers. Untuk itu, iklan yang ditayangkan harus tepat, akurat dan benar. Yakni dengan larangan memuat iklan yang merendahkan martabat dan kerukunan hidup umat beragama, bertentangan dengan kesusilaan, memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat aditif serta memuat iklan peragaan dan/atau penggunaan rokok.

c)            Undang-Undang No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
Penyiaran merupakan tempat bagaimana periklan dapat dilakukan sehingga akhirnya iklan tersebut mampu diterima oleh masyarakat. Fungsi penyiaran bagi konsumennya adalah sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan dan hiburan, dengan ditunjang dengan bidang-bidang kehidupan masyarakat seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pertahanan dan keamanan. Dalam UU Penyiaran ini, dikenal 2 (dua) jenis iklan, yakni iklan niaga dan layanan masyarakat.

d)            Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan jo. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Secara garis besar, syarat-syarat periklanan produk pangan adalah berkaitan dengan larangan diskredit produk pangan lain, menampilkan anak di bawah lima tahun kecuali memang produk tersebut diperuntukkan bagi anak usia tersebut, produk berbahaya dan mengganggu pertumbuhan anak-anak, iklan yang diperuntukan bagi bayi di bawah satu tahun kecuali mendapat persetujuan Menteri Kesehatan.

e)            Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan
Iklan rokok, menurut PP Pengamanan Rokok bagi Kesehatan ini haruslah merupakan kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau memproduksikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat, dengan tujuan mempengaruhi konsumen mempergunan rokok yang ditawarkan tersebut. Sedangkan label rokok, merupakan keterangan mengenai rokok, baik berbentuk gambar maupun tulisan dan ditempatkan pada bagian kemasan rokok Selain mencantumkan label peringatan bahaya rokok bagi kesehatan pada bungkus rokok, terdapat pula larangan materi iklan rokok.

f)             Keputusan Menteri Kesehatan No. 368/Men.Jes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman.

g)              Berbagai peraturan pemerintah, kode etik, pedoman lembaga serta keputusan-keputusan atau produk-produk hukum lainnya yang berkaitan dengan periklanan.


Jika pelaku usaha menyebarkan brosur atau iklan yang menjanjikan keuntungan bila mengikuti brosur atau iklan tersebut, namun ternyata kemudian menimbulkan kerugian pada orang yang mengikuti iklannya . Hal ini tentu melanggar hukum . Karena menurut Pasal 4 huruf h UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen(“UUPK”), konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Juga sudah menjadi kewajiban pelaku usaha untuk memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian (Pasal 7 huruf g UUPK).

Selanjutnya, disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf f UUPK bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut.

Hal senada diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UUPK bahwapelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar. Lebih jauh, dalam menawarkan barang dan/atau jasa ini, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai (Pasal 10 UUPK):
a.   harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b.   kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c.   kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d.   tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e.   bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Jika pelaku usaha melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di atas, ada ancaman pidana yang dapat dikenakan yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (Pasal 62 ayat [1] UUPK).

Pada dasarnya, yang dipidana jika terbukti melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di atas adalah pelaku usaha. Memang dimungkinkan dalam praktik, pelaku usaha menggunakan jasa orang lain untuk menyebarkan brosur. Jika pelaku usaha kemudian menggunakan jasa orang lain untuk menyebarkan brosur tersebut, tetap pelaku usahalah yang harus bertanggung jawab sebagai pihak yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan mengiklankannya secara tidak benar.

Jadi, jika seorang pelaku usaha mengiklankan produknya (barang/jasa) secara tidak benar yang kemudian menimbulkan kerugian bagi konsumen karena barang dan/atau jasanya tidak sesuai dengan yang diiklankan, perbuatan tersebut termasuk tindak pidana dan dapat dipidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UUPK.



2.4  UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN YANG MENYESATKAN
a)            Pemerintah
Pemerintah hendaknya menyusun secara terpadu dan terintegrasi berbagai kebijakan yang diambilnya termasuk dalam upaya perlindungan konsumen .Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam perlindungan konsumen dapat melalui jalur penal maupun non penal .

b)            Aparat penegak hukum
Peran aparat penegak hukum dapat dikaji berdasarkan administrasi peradilan dengan birokrasi yang berlangsung didalamnya . Dari sudut administrasi peradilan proses penganganan “suatu perkara” tergantung pada tindakan pertama yang diambil oleh pihak kepolisian , meskipun tidak dapat disangkal ada faktor diluar badan penegak hukum yang mempengaruhi pelaksanaan tugas kepolisian .

c)            Para Pelaku Usaha
Konflik kepentingan untuk mendapatkan keuntungan diantara pelaku usaha tidak dapat dibenarkan kalau menempatkan konsumen atau masyarakat sebagai objek dan korban mereka . Pertanggungjawaban para pelaku usaha yang telah diatur melalui berbagai peraturan perundang-undangan , perlu didukung oleh kesadaran dan kemauan dari para pelaku usaha dalam implementasinya .


                                                                                                     























BAB III
PENUTUP


3.1 SIMPULAN
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa globalisasi memegang peranan penting dalam segala perubahan dalam dunia bisnis, termasuk terhadap aspek periklanan yang merupakan bagian dari transaksi jual beli antara konsumen dan pelaku usaha. Tingginya persaingan antar pelaku usaha yang diakibatkan oleh dampak dari globalisasi tersebut, membuat para pelaku usaha harus saling berlomba untuk memenangkan pasar. Inilah asal mula maraknya iklan-iklan menyesatkan dalam masyarakat.Adapun posisi konsumen dalam transaksi pada umumnya cenderung lebih lemah dibanding pelaku usaha. Hal inilah yang menyebabkan tingginya urgensieksistensi produk hukum yang bertujuan melindungan konsumen. Untuk itu, pada tahun 1999 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada UU Perlindungan Konsumen ini, secara khusus mengenai periklanan terkandung pada Pasal 17 dan 20, yakni mengenai tindakan-tindakan apa saja yang dilarang dan bagaimana beban pertanggungjawaban pelanggaran periklanan. Sedangkan produk per-undangan yang secara khusus mengatur tentang periklanan saja, belum terdapat di Indonesia. Produk-produk yang ada hanyalah seperti Undang-Undang
No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran, Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan,peraturan-peraturan pemerintah, pedoman-pedoman kelembagaan, Kode Etik Pariwara dan keputusan-keputusan organisasi, yang mana di dalamnya termuat ketentuan mengenai periklanan.








3.2 SARAN
            Semua kembali pada diri masing-masing . Sebagai konsumen kita harus cerdas dan teliti iklan mana yang benar dan mana yang menipu . Sebagai pemasar , akan lebih baik jika mempertimbangkan nama baik , kredibilitas , dan kepercayaan konsumen dengan memberi informasi yang benar setiap produk atau jasa yang diiklankan .





























DAFTAR RUJUKAN

UU tentang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999.Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999.
http://www.hukumonline.com diakses pada 1 juni 2013
AZ Nasution . 1995. Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Dedi Harianto. 2010. Perlindungan Hukum bagi Konsumen Terhadap Iklan yang Menyesatkan . Bogor :Ghalia





Tidak ada komentar:

Posting Komentar